Negara Penglahir Demokrasi Ternyata Bobrok

Perkembangan pemikiran sosial dan politik berawal di Yunani kuno yang secara sistematis menyelidiki watak dan jalannya institusi politik. Upaya ini melahirkan suatu pola konsepsi sosial dan politik mendasar yang menjadi bagian warisan besar kebudayan dan intelektual Barat. Sebab, di Yunani klasiklah ide pemerintahan demokratis pertama kali dibentuk dan dipraktikkan. Hal ini mengindikasikan bahwa filsafat Yunani klasik adalah sumber penanaman dan pemeliharaan benih peradaban Barat dengan nilai-nilai kebebasan sebagai jantungnya.

Selama abad ke-5 SM, terdapat beratus-ratus negara-kota Yunani dengan berbagai ukuran dan bentuk pemerintahan, dan jenjang peradaban yang beragam. Para intelektual Barat kemudian mengakui bahwa konsep negara-kota yang dipraktikkan pada masa Yunani klasik ini adalah model ideal dalam mengembangkan bangunan demokrasi modern. Oleh karena itu apabila kita hendak menganalisis sistem demokrasi modern yang dibangun oleh para intelektual Barat, maka akan semakin lengkap apabila upaya tersebut dibarengi dengan pemahaman bagaimana realita konsep negara-kota tersebut. Sehingga kita pun mengetahui benarkah negara-negara kota pada masa Yunani klasik adalah gambaran kehidupan bernegara yang ideal?  Atau jangan-jangan konsep ideal negara-kota tersebut dibangun melalui jargon dan stigma manis semata yang tujuannya tiada lain adalah untuk mengokohkan pilar demokrasi yang ternyata lahir dari zaman tersebut?

Ketidakadilan Negara-Kota Athena

Dari ratusan negara-kota Yunani, negara-kota Athena adalah model yang paling mempengaruhi perkembangan pemikiran politik Barat. Mari kita tilik sekilas fakta kehidupan di negara-kota Athena.

Negara-kota pada masa Yunani klasik merupakan entitas yang secara hukum independen dari kekuasaan pemerintahan superior manapun. Mereka memiliki konstitusi sendiri, membuat hukum sendiri, dan melaksanakan hubungan luar-negeri sendiri dalam suatu wilayah yang relatif sempit. Kota Athena memiliki jumlah populasi yang diperkirakan antara 300.000 hingga 400.000 orang.

Dalam kehidupan sosialnya kota Athena memiliki kelas-kelas sosial yang mengiringi status warga negara, antara lain yaitu : warga negara (berjumlah sekitar 160.000 orang), warga asing atau metic (berjumlah sekitar 100.000 orang) dan budak (berjumlah sekitar 100.000 orang).  Masing-masing kelas ini memiliki status legal dan politik yang berlainan. Walaupun banyak ahli sejarah menilai bahwa tidak ada diskriminasi pada kelas-kelas tersebut, celah konflik ternyata tetap terbuka lebar. Dan sejarah pun membuktikan bahwa perbedaan status sosial ini kemudian ternyata sering menyulut perang saudara. Bahkan kejatuhan kejayaan Athena salah satunya  disebabkan oleh perang saudara ini.

Sementara itu diskriminasi juga dialami oleh kaum yang status sosialnya paling rendah seperti budak. Ketidakadilan ini sering mereka dapati dalam urusan sosial kemasyarakatan, terlebih urusan politik. Bahkan kebanyakan dari para budak tersebut sering diculik atau dijadikan sebagai tawanan perang.

Tidak hanya sampai di situ. Negara-kota Athena ternyata memisahkan kaum perempuan dari kategori warga negara. Mereka yang berhak berpartisipasi dalam urusan pemerintahan adalah warga Athena laki-laki saja yang mencapai usia yang telah ditentukan sebelumnya. Hak politik wanita tidak diakui di sana.

Sebenarnya masih banyak kebobrokan lain yang dapat diuraikan satu per satu. Akan tetapi sayangnya fakta ini acapkali diabaikan oleh para intelektual Barat dalam memberikan penilaian kepada kehidupan masyarakat di Athena. Mereka menutup mata dari cacatnya kehidupan negara penglahir sistem demokrasi tersebut. Lantas bagaimana dengan Anda, masih percaya pada Demokrasi?

4 comments on “Negara Penglahir Demokrasi Ternyata Bobrok

  1. Hhmm… sy masih suka bingung.. bedanya kondisi demokrasi pas jadul dengan saat sekarang para intelektual me-modifikasi demokrasi jadul dgn saat sekarang sepert iapa yah contohnya??

    • Menurut pengamatan saya, apabila ditinjau dari segi landasan filosofisnya, praktek demokrasi pada zaman Athena dengan demokrasi masa kini sungguh tidak ada bedanya. Sama-sama cacat dan sesatnya, hehehe 😛

      Yang menjadi inti tradisi dari pemikiran-pemikiran Barat tersebut adalah konsepsi manusia sebagai makhluk rasional yang memiliki kebebasan dan kehendak menentukan dirinya. Sehingga menurut mereka manusia berhak dan bebas membuat standard nilai tertentu… kaitannya dalam membuat hukum dan pelaksanaan sistem pemerintahan tertentu.

      Dalam pandangan Barat, yang berhak menetapkan nilai-nilai moral adalah akal dan kehendak manusia. Akal dan kehendak manusia ini mereka sebut sebagai Akal Tuhan (Devine Reason) yang menguasai dan mengarahkan semuanya untuk meraih kebenaran dan kebahagiaan. Nilai moral yang ditentukan secara rasional inilah yang menjadi pondasi politik Barat.

      Paling tidak yang membedakan praktek demokrasi zaman dulu dengan demokrasi modern hanyalah pada skala ukuran kekuasaan dan sarananya saja. Lain tidak. Jadi bobroknya sama Ukh!

Tinggalkan Balasan ke firda Batalkan balasan